Desa Torosiaje, Gorontalo: Kehidupan di Atas Laut yang Menantang Arus Zaman

Di ujung selatan Teluk Tomini, tepatnya di Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo, terdapat sebuah desa unik yang tak berada di daratan seperti umumnya, melainkan terapung di atas laut. Desa itu bernama Desa Torosiaje, rumah bagi komunitas Suku Bajo, suku pelaut legendaris yang dikenal dengan kemampuan berlayar dan hidup berdampingan dengan laut. Desa ini bukan sekadar permukiman, melainkan simbol hokijp168 dari kearifan lokal, ketangguhan terhadap perubahan zaman, dan harmoni antara manusia dengan alam bahari.

Lokasi Geografis dan Aksesibilitas

Desa Torosiaje berada di Kecamatan Popayato, Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo. Secara geografis, desa ini terletak di Teluk Tomini, perairan yang terkenal tenang dan kaya akan hasil laut. Untuk mencapai desa ini, pengunjung biasanya menempuh perjalanan darat dari Kota Marisa (ibu kota Kabupaten Pohuwato) sekitar 4–5 jam, kemudian dilanjutkan dengan naik perahu dari dermaga selama sekitar 10–15 menit, tergantung kondisi cuaca.

Secara administratif, Torosiaje terbagi menjadi dua: Torosiaje Darat dan Torosiaje Laut, dengan bagian Torosiaje Laut sebagai ikon utamanya. Di sinilah puluhan rumah kayu berdiri di atas laut, disangga oleh tiang-tiang kayu ulin, membentuk perkampungan apung yang menjadi daya tarik utama.

Asal Usul dan Sejarah

Desa Torosiaje didirikan oleh Suku Bajo, kelompok etnis yang dikenal sebagai “pengembara laut.” Secara historis, orang Bajo memiliki pola hidup nomaden di laut, berpindah-pindah dari satu teluk ke teluk lain menggunakan perahu rumah atau lepa-lepa. Namun, seiring perkembangan zaman dan tekanan administratif dari pemerintah kolonial maupun Indonesia modern, mereka mulai bermukim tetap di tempat-tempat tertentu, salah satunya di Teluk Tomini.

Torosiaje menjadi desa resmi sejak tahun 1960-an, namun komunitas Bajo telah bermukim di daerah tersebut jauh sebelumnya. Sejarah lisan menyebutkan bahwa kelompok pertama datang dari wilayah Sulawesi Tenggara dan memutuskan untuk tinggal menetap karena perairannya yang tenang dan melimpah hasil laut.

Arsitektur dan Tata Ruang Unik

Ciri paling khas dari Torosiaje adalah arsitektur terapungnya. Rumah-rumah penduduk dibangun sepenuhnya di atas laut dengan menggunakan pilar-pilar kayu yang ditanam di dasar laut dangkal. Material bangunan sebagian besar menggunakan kayu lokal seperti ulin dan kayu besi yang tahan air dan cuaca ekstrem.

Jembatan kayu sepanjang lebih dari satu kilometer menghubungkan satu rumah dengan rumah lainnya, membentuk jaringan jalan yang seperti “jalan desa” namun di atas laut. Terdapat sekolah, masjid, kantor desa, bahkan posyandu yang juga dibangun di atas laut, menjadikan Torosiaje Laut sebagai komunitas yang mandiri.

Tata ruang desa ini berkembang secara organik sesuai dengan kebutuhan dan tradisi masyarakat Bajo. Rumah-rumah dibangun secara berdekatan untuk memudahkan interaksi sosial dan memfasilitasi gotong royong. Beberapa rumah memiliki perahu yang langsung ditambatkan di bawah atau di samping rumah, menunjukkan hubungan yang sangat erat antara hunian dan alat transportasi utama masyarakat Bajo.

Kehidupan Sosial dan Budaya Suku Bajo

Suku Bajo dikenal sebagai penjelajah laut dengan kearifan maritim yang luar biasa. Mereka memiliki pengetahuan mendalam tentang arus laut, musim angin, jenis ikan, serta navigasi alami menggunakan bintang dan gelombang. Pengetahuan ini diturunkan secara lisan dari generasi ke generasi.

Bahasa dan Identitas

Bahasa yang digunakan masyarakat Torosiaje adalah bahasa Bajo, yang memiliki kemiripan dengan bahasa Bugis dan bahasa dari wilayah Sulawesi lainnya. Meski demikian, mayoritas penduduk juga bisa berbicara bahasa Indonesia, terutama anak-anak yang sudah mendapat pendidikan formal.

Masyarakat Bajo sangat menjunjung tinggi solidaritas sosial. Sistem sosial mereka bersifat egaliter, dan keputusan penting biasanya melibatkan seluruh komunitas melalui musyawarah. Kepala desa berperan sebagai mediator antara dunia tradisi dan administrasi pemerintahan.

Kepercayaan dan Spiritualitas

Mayoritas masyarakat Bajo Torosiaje beragama Islam, namun masih mempraktikkan kepercayaan animisme dalam beberapa aspek kehidupan. Misalnya, sebelum melaut atau membangun rumah, mereka biasanya mengadakan ritual sederhana untuk memohon perlindungan kepada roh laut atau leluhur.

Musik dan Tradisi Lisan

Masyarakat Torosiaje memiliki warisan musik dan cerita rakyat yang unik. Gambus Bajo dan nyanyian nelayan menjadi bagian dari aktivitas malam hari, terutama ketika bulan purnama. Selain itu, cerita tentang “roh laut” dan petualangan di lautan menjadi kisah populer yang disampaikan dari orang tua ke anak-anak mereka.

Ekonomi dan Mata Pencaharian

Sebagai komunitas pesisir, sebagian besar penduduk Torosiaje menggantungkan hidup dari laut. Mereka adalah nelayan ulung yang menangkap ikan menggunakan metode tradisional seperti pancing, jaring, dan panah bawah laut.

Perikanan dan Budidaya Laut

Masyarakat Torosiaje mengembangkan usaha budidaya kerapu, rumput laut, dan kepiting bakau. Aktivitas ini menjadi alternatif ekonomi yang semakin penting karena perubahan iklim dan penangkapan ikan berlebih mulai mengurangi hasil tangkapan alami.

Hasil laut mereka dijual ke pasar di daratan atau langsung ke pengepul yang datang ke desa dengan perahu motor. Beberapa keluarga juga mulai menjual hasil laut secara daring, terutama generasi muda yang lebih melek teknologi.

Ekowisata dan Homestay

Dalam dua dekade terakhir, Desa Torosiaje mulai dikenal sebagai destinasi ekowisata berbasis budaya. Pengunjung yang datang dapat tinggal di rumah-rumah penduduk (homestay), belajar cara hidup masyarakat Bajo, naik perahu ke tengah Teluk Tomini, hingga menyelam atau snorkeling di sekitar desa.

Namun, masyarakat cukup selektif dalam menerima dampak pariwisata. Mereka mengatur kunjungan wisatawan secara terbatas dan berbasis komunitas, guna mencegah eksploitasi budaya atau kerusakan lingkungan.

Pendidikan dan Tantangan Modernisasi

Salah satu tantangan besar masyarakat Torosiaje adalah akses terhadap pendidikan dan fasilitas kesehatan. Meskipun telah dibangun sekolah dasar dan menengah di atas laut, banyak anak muda yang kesulitan melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi karena keterbatasan biaya dan lokasi.

Masyarakat juga menghadapi tantangan modernisasi, seperti tekanan untuk pindah ke daratan, urbanisasi generasi muda, serta meningkatnya polusi laut. Banyak remaja yang mulai tergoda untuk meninggalkan kehidupan laut dan mencari pekerjaan di kota-kota besar.

Namun, ada juga gerakan dari dalam komunitas sendiri untuk menjaga keseimbangan. Beberapa pemuda mulai kembali ke desa untuk mengembangkan potensi wisata, membuat konten dokumenter budaya Bajo, atau membuka usaha lokal yang mendukung ekonomi desa.

Lingkungan dan Keberlanjutan

Sebagai desa laut, Torosiaje sangat bergantung pada kesehatan ekosistem laut. Oleh karena itu, masyarakat Bajo secara tradisional memiliki etika menjaga laut. Mereka tidak menggunakan bahan peledak atau racun untuk menangkap ikan, dan memiliki area terlarang yang tidak boleh dilanggar karena dianggap sebagai “rumah ikan”.

Kini, dengan adanya kerja sama dengan LSM dan pemerintah daerah, Torosiaje juga dilibatkan dalam program konservasi mangrove, terumbu karang, dan edukasi bahari untuk anak-anak.

Desa ini bahkan pernah dijadikan pilot project ekowisata lestari oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Penutup

Desa Torosiaje adalah bukti nyata bahwa kehidupan bisa berlangsung dengan harmonis di atas laut tanpa harus meninggalkan budaya dan tradisi. Dalam dunia yang semakin homogen, desa ini menjadi benteng keberagaman dan kearifan lokal yang sangat berharga.

Torosiaje bukan hanya destinasi wisata atau desa unik, tetapi juga cermin dari bagaimana manusia bisa hidup selaras dengan alam, sambil tetap mempertahankan identitasnya sebagai bagian dari komunitas bahari yang tangguh. Bagi siapa pun yang ingin belajar tentang keberlanjutan, adaptasi lingkungan, dan kekayaan budaya maritim Indonesia, Desa Torosiaje adalah tempat yang tak boleh dilewatkan.

Gambar Pendukung

Gambar 1: Panorama Desa Torosiaje Laut di Atas Teluk Tomini

Keterangan: Rumah-rumah adat Suku Bajo di Desa Torosiaje Laut berdiri kokoh di atas laut Teluk Tomini, saling terhubung melalui jembatan kayu sepanjang lebih dari 1 km

Gambar 2: Aktivitas Perahu Tradisional di Torosiaje

Keterangan: Perahu tradisional milik masyarakat Bajo di Desa Torosiaje digunakan untuk mencari ikan atau menjemput tamu yang datang dari daratan. Kehidupan masyarakat sangat terikat pada laut.